Aku Tak Ingin Terkaya

"Aku Tak Ingin Terkaya"
Oleh : Jaya Setiabudi
Bukan hal idealisme saya berkata seperti itu, karena memang gaya hidup saya tak terhitung mahal. Bagi Anda yang sering bertemu saya akan tahu gaya hidup saya. Pakaian yang saya beli tak lebih dari 500 ribu rupiah perpotongnya. Saya biasa dan nyaman makan selera Indonesia dan sering makan di pinggiran atau warung tradisional. Gak doyan steak dan sushi. Hemat kan?!
Begitu juga anak dan istri saya terbiasa dengan pola hidup sesuai 'keperluan' bukan 'kegengsian'. Namun bukan brarti saya memilih yang murahan. 'Nyaman' adalah pilihan saya untuk pakaian. 'Aman dan nyaman' adalah pilihan saya untuk mobil, bukan karena untuk dipandang orang.
Hitung-hitung kebutuhan kami sekeluarga tak begitu besar, jadi buat apa saya berlomba-lomba kaya? Malah bingung ngabisinnya :D.
"Kalo kaya bisa banyak sedekah Mas J". Mungkin benar, tapi apakah jalan Anda menuju kaya, dengan memiskinkan orang lain atau mengayakan orang lain? Apakah benar gaya hidup Anda tak akan berubah drastis saat Anda menjadi kaya raya?
Jika sedekah adalah tujuan, kenapa harus menunggu kaya? Mendidik orang untuk mahir mengail, bukankah lebih langgeng daripada memberi ikannya?
Bagi saya kaya adalah bonus saja, bukan tujuan. Maka dari itu, saat berbisnis, saya utamakan memuaskan pelanggan saya dan menebar manfaat bagi sekitar.
Young Entrepreneur Academy, sekolah bisnis yang saya dirikan sejak tahun 2007, kenapa tidak saya franchise-kan? Kalo saya hanya mengejar duit cepat, saya akan teriak kepada 4000 alumni Entrepreneur Camp se-Indonesia, "Siapa mau ambil franchise atau lisensi YEA???". In syaa Allah saya akan kebanjiran order.
Namun bukan itu tujuan kami, karena kami punya tanggung jawab mempertahankan kualitas, bukan mengejar kuantitas, IMPACT bukan IMAGE. Kami bermain di masa depan anak didik, bukan sekadar jual barang dagangan.
Yukbisnis juga begitu, bisa saja saya jual ke para kapitalis untuk digemukkan trafiknya dan digoreng lagi sahamnya. Kaya Raya lebih cepat, dijamin. Namun visi dan value kita jelas, bukan menjadi world class company seperti kebanyakan perusahaan, namun menjadi saluran rejeki dan jembatan manfaat bagi banyak orang. Dan tujuan akhirnya adalah menciptakan perekonomian mandiri, melepaskan Indonesia dari belenggu kapitalis.
Kami bahagia jika para member Yubi yang semula seorang TKW Hongkong, bisa pulang dan menjadi pebisnis online tanpa meninggalkan rumah.
Kami bahagia dengan lahirnya daster-preneur dan sarung-preneur yang sembari bisnis, masih punya banyak waktu untuk ibadah dan keluarga.
Jika ditanya tokoh pengusaha masa kini, saya merujuk ke Steve Jobs, bukan Bill Gates atau Waren Buffet. Karena bagi saya Jobs adalah pengusaha yang berorientasi memperbaiki kehidupan, memuaskan pelanggan. Jika Anda adalah pengguna Macbook, Ipad, atau produk Apple lainnya, maka Anda tak akan mudah pindah ke lain hati. Kenapa? Puas dan nyaman. Tak heran jika Apple menjadi merek termahal saat ini, meski Jobs sebagai founder pernah didepak oleh para investornya yang hanya berorientasi keuntungan jangka pendek.
Jobs memberi solusi, untuk itu ia mengeluarkan biaya riset yang besar. Jobs menciptakan tren, bukan sekadar mengikuti tren untuk kaya.
Jobs perfeksionis, menciptakan produk yang nyaman bagi pengguna dan memanjakan pelanggan.
"Merujuk pada tujuan akhir..", kata Stephen Covey.
Apa tujuan akhir Anda? Jangan sampai bingung antara Tujuan, Jalan dan Kendaraan.